Konektivitas dan Pembangun Cilamaya



Dalam tiga tahun terakhir, pemerintah mempercepat pembangunan sejumlah infrastruktur di bidang pelabuhan di Indonesia. Langkah tersebut dinilai akan menjadi solusi terhadap berbagai permasalahan yang ada di transportasi dan logistik yang telah mengikis daya saing dan menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam forum pertemuan APEC yang baru-baru ini dilangsungkan di Bali, masalah konektivitas menjadi salah satu pokok kesepakatan negara-negara APEC. Dan, tentunya untuk membangun dan memperkuat konektivitas tersebut dibutuhkan peningkatan infrastruktur, diantaranya infrastruktur pelabuhan. Dalam konteks ini pula, pembangunan Pelabuhan Cilamaya merupakan hal yang cukup mendesak. 

Tidak bisa dipungkiri, Indonesia merupakan negara kepulauan yang masih lemah daya dukung infrastruktur lautnya. Meskipun jumlah pelabuhan sudah banyak, namun banyak pelabuhan yang tidak cukup memadai untuk menghadapi globalisasi ekonomi.

Maka, semestinya pemerintah lebih serius mengembangkan pelabuhan di berbagai daerah, sehingga konektivitas antardaerah di dalam negeri akan lebih efektif dan efisien dengan mengembangkan jalur-jalur laut.

Salah satu yang mendesak, pemerintah perlu untuk segera membangun pelabuhan baru selain di Tanjung Priok. Pasalnya dengan beban kendaraan yang terus meningkat di ibukota, sementara infrastruktur jalannya sangat terbatas, maka akses dari dan menuju pelabuhan tersibuk di Indonesia itu menjadi tidak efisien lagi. Ini ditambah dengan tidak adanya rekayasa lalu lintas oleh pemerintah untuk mengurangi kemacetan yang ada, umpamanya dengan pembatasan kendaraaan pribadi. Hanya truk saja yang semestinya diperbolehkan.

Lima alasan

Oleh karenanya, pembangunan pelabuhan baru seperti Pelabuhan Cilamaya di Jawa Barat harus segera direalisasikan. Paling tidak ada lima faktor yang membuat Cilamaya perlu menjadi prioritas.  

Pertama, posisi strategis Cilamaya yang berdekatan dengan kawasan industri. Kedua, dengan akses yang lebih baik akan  menciptakan efisiensi, sehingga dapat mendorong peningkatan daya saing ekonomi. Ketiga, pembangunan Cilamaya akan menciptakan pemerataan ekonomi dengan bertumbuhnya kawasan ekonomi baru di Jawa Barat. Keempat, banyak pelaku usaha dan investor asing merasa lebih nyaman dengan kehadiran Cilamaya daripada ke Tanjung Priok. Alasannya sederhana, yaitu akses yang lebih mudah, efisien dan dekat dengan kawasan industri. Sektor industri saat ini sudah banyak bergeser ke timur menuju Cirebon. Jakarta sudah tidak cocok lagi untuk industri, terlalu mahal biayanya. 

Kelima, pembangunan Cilayama akan meningkatkan Indeks Kinerja Logistik Indonesia yang di tahun 2012 masih berada di 2,94. Pembangunan infrastruktur baru seperti pelabuhan Cilamaya akan mendorong terwujudnya indeks kinerja logistik yang ditargetkan mencapai 3,1 di tahun 2015. Dengan indeks logistik yang bagus maka ekonomi akan semakin efisien dan mendukung masuknya investasi baru.

Memang ada kenaikan peringkat daya saing Indonesia karena membaiknya infrastruktur namun pemerintah hendaknya tidak berpuas. Berdasarkan Global Competitiveness Index 2013-2014 yang dirilis oleh World Economic Forum belum lama ini, membaiknya infrastruktur di Indonesia hingga ke level 4,3 telah mendorong peringkat Indonesia naik dari posisi 50 tahun 2012 menjadi ke posisi 38 tahun ini.

Sayangnya, membaiknya infrastruktur dan peringkat daya saing Indonesia itu tidak tercermin dalam aktivitas di lapangan. Infrastruktur kita, termasuk pelabuhan masih sangat buruk dan belum efisien. Jikapun terjadi peningkatan kualitas layanan itu hanya terjadi di beberapa pelabuhan seperti JICT di Jakarta. Biaya logistik kita juga relatif masih tinggi.

Dengan demikian, masih ada PR besar bagi stakeholders pelabuhan untuk terus memperbaiki hard infrastructure. Tanpa peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur di pelabuhan, maka biaya logistik akan tetap tinggi.



Sebagai contoh, menurut catatan Bank Dunia, saat ini biaya logistik dari kawasan industri Cikarang, Bekasi ke pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dengan jarak tempuh 55,4 km sebesar US$ 750. Sementara di Malaysia untuk mengangkut logistik dari Pasir Gudang ke Tanjung Pelepas dengan jarak tempuh 56,4 km cukup dengan biaya US$ 450.

*Terbit dalam harian KONTAN edisi Jumat, 25 Oktober 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Pengenaaan CHC dan THC di Pelabuhan

In search for a new IMO Secretary-General – assessing Indonesia’s strength at the Global Maritime Forum

Mungkinkah TNI-AL menjadi blue-water navy (kembali)?