Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2013

Konektivitas dan Pembangun Cilamaya

Gambar
Dalam tiga tahun terakhir, pemerintah mempercepat pembangunan sejumlah infrastruktur di bidang pelabuhan di Indonesia. Langkah tersebut dinilai akan menjadi solusi terhadap berbagai permasalahan yang ada di transportasi dan logistik yang telah mengikis daya saing dan menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam forum pertemuan APEC yang baru-baru ini dilangsungkan di Bali, masalah konektivitas menjadi salah satu pokok kesepakatan negara-negara APEC. Dan, tentunya untuk membangun dan memperkuat konektivitas tersebut dibutuhkan peningkatan infrastruktur, diantaranya infrastruktur pelabuhan. Dalam konteks ini pula, pembangunan Pelabuhan Cilamaya merupakan hal yang cukup mendesak.  Tidak bisa dipungkiri, Indonesia merupakan negara kepulauan yang masih lemah daya dukung infrastruktur lautnya. Meskipun jumlah pelabuhan sudah banyak, namun banyak pelabuhan yang tidak cukup memadai untuk menghadapi globalisasi ekonomi. Maka, semestinya pemerintah lebih serius mengembangkan p

Jangan Abaikan Navigasi Selat Sunda

Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat masalah kelautan dari The National Maritime Institute Siswanto Rusdi menegaskan pemerintah sebaiknya jangan hanya fokus pada Selat Malaka dan Singapura tapi juga Selat Sunda. “Sebagai negara pantai di Selat Sunda, kita seharusnya berusaha keras agar selat itu aman. Kita bisa memanfaatkan user state Selat Sunda untuk membantu kita menyediakan rasa aman berlayar. Persis seperti di Selat Malaka dan Singapura,” tegasnya, Senin (21/10). Siswanto menegaskan Indonesia akan menghadapi perubahan mendasar di Selat Sunda terkait dengan navigasi dengan adanya pembangunan Jembatan Selat Sunda. “Itu diimplementasikan oleh Ditjen perhubungan Laut sebagai administration. Kita kurang memperhatikan Selat Sunda. Di Selat Malaka ada Malacca Strait Council yang dibiayai Jepang, mengapa di Selat Sunda tidak ada itu?” Sebelumnya Indonesia bersama dengan Malaysia dan Singapura mendapatkan suntikan dana US$17,5 Juta atau setara dengan Rp198 miliar dari seju

TANKER DANAI 4 DITEMUKAN, TIDAK KARGONYA

JAKARTA- Kapal pengangkut minyak jadi ( oil product tanker ) Danai 4 akhirnya berhasil ditemukan, namun kargo yang diangkut berikut suku cadang dan peralatan kapal serta barang-barang berharga milik anak buah kapal atau ABK raib. Demikian dilaporkan oleh Information Sharing Center-Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery Against Ships in Asia (ReCAAP) di Singapura. “ Danai 4 , berbendera Thailand dan bernomor IMO 8613530 , memang telah berhasil ditemukan. Seluruh ABK selamat tetapi kargo, suku cadang dan peralatan kapal serta barang-barang berharga milik kru kapal hilang digondol perampok,” jelas Amy Fang, manajer komunikasi ISC-ReCAAP dalam surat elektroniknya yang diterima Pusat Informasi Keamanan Maritim Indonesia (Pikmi) kemarin. Pikmi adalah sebuah unit di bawah The National Maritime Institute/Namarin yang khusus   membidangi informasi aksi kejahatan terhadap kapal. Pikmi merupakan mitra ISC-ReCAAP di Indonesia .  Sebelumnya, dalam in

Memperkuat Diplomasi Maritim Indonesia

Gambar
Indonesia kembali mencalonkan diri sebagai anggota Dewan atau Council Organisasi Maritim Internasional (IMO) Periode 2013-2015 dalam pemilihan dalam Sidang Majelis IMO ke-28 di London, Inggris, 25 November-4 Desember 2013. Dalam sidang Majelis IMO tahun 2011, Indonesia meraih peringkat ke dua dengan jumlah suara 128 pemilih. Angka tersebut hanya berbeda sedikit dengan peringkat satu, yaitu Singapura yang mendapat dukungan 131 suara. Untuk mewujudkan keinginan itu, Indonesia tengah berupaya menggalang dukungan dari negara-negara anggota IMO, antara lain dengan menyelenggarakan pertemuan pertengahan September di kantor Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Acara ini dihadiri perwakilan negara-negara anggota IMO, pejabat-pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan juga anggota-anggota asosiasi.  Mereka antara lain berfungsi sebagai tim lobi. Sekedar catatan, telah menjadi Indonesia angota organisasi badan di bawah naungan PBB tersebut sejak 1961 dengan status kategori C yang dis