N A M A R I N

After several weeks, search and rescue operations had been finally able to locate and evacuate the ill-fated AirAsia QZ8501. The wreckage of the plane was found in the Karimata Strait off the coast of Borneo. Out of the 162 on board, only 48 of the passengers on the flight taking off from Juanda Airport in Surabaya, East Java, to Changi in Singapore have been found. Like other plane crashes happened aroud the world, QZ8501 has also ended up at sea. In Indonesia alone, a number of airplane accidents with such characteric had taken place, i.e. Adam Air KI 574 that plunged into water off the Makassar Strait in 2007 and Lion Air JT904 which fiercely landed at sea near Ngurah Rai International Airport, Bali in 2013. Nothing so special with the fact that many aircraft finalize their troubled flights tragically at sea since the earth, as well as Indonesia, the world’s biggest archipelago country, is two-third covered by water. But, something   is clear from the condition,

Dalam sistem kepelabuhanan di Indonesia terdapat sebuah institusi dengan fungsi dan kewenangan yang relatif signifikan, yaitu Port Authority atau Otoritas Pelabuhan. Berdiri tak lama setelah UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran disahkan pada 8 Maret 2008, lembaga itu hadir di empat pelabuhan utama di Tanah Air: Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Makassar. Keberadaannya disebut signifikan karena Otoritas Pelabuhan (OP) mewakili pemerintah di pelabuhan sebagai regulator yang sebelumnya dipegang oleh PT Pelabuhan Indonesia atau Pelindo. Dengan kewenangan yang ada di tangannya, diatur dalam Pasal 83 Ayat 1 huruf a hingga h, OP meregulasi, antara lain, penyewaan lahan pelabuhan dan infrastruktur lainnya. Yang termasuk infrastruktur lainya adalah jalan dalam area pelabuhan, kolam dan alur keluar-masuk kapal. Sementara, jika disebut suprastruktur pelabuhan, itu berarti berbicara tentang dermaga, pergudangan dan berbagai alat bongkar-muat seperti quay-side gantry crane , r