Comeback Maritim Iran!

Sanksi ekonomi terhadap Iran akhirnya betul-betul dicabut setelah sebelumnya sempat ada ancaman untuk membatalkannya. Sejurus kemudian, Negeri Para Mullah itu mulai membeli ini-itu dengan nilai yang cukup fantastis.

Dengan itu semua, Iran bersiap membangkitkan kembali kejayaannya salah satunya di bidang maritim. Ya, Iran pernah berjaya sebagai salah satu maritime power sebelum diembargo oleh AS dan kawan-kawan. Pencabutan sanksi menjadi pintu kembali atau comeback - nya Iran ke dalam komunitas maritim mancanegara setelah hampir 40 tahun berada di luar arena.

Indonesia pun diketahui makin meningkatkan kerja samanya dengan Iran setelah embargo dicabut kendati hubungan dagang dua negara, terutama dalam bidang energi, tidak pernah surut ketika embargo masih diberlakukan. Ada hal yang menarik dari bidang maritim Iran. Kendati dia diembargo, tetap saja aktivitas perdagangannya melalui laut (seaborne trade) berjalan dengan normal.

Dalam kaitan ini tercatat banyak negara menjadi pembeli minyak Iran, dengan membelinya langsung dari negara maupun melalui para broker perminyakan yang sering disentil AS karena masih berhubungan dengan Iran. Indonesia salah satu negara pembeli minyak Iran, tetapi tidak diketahui apakah AS pernah menegur Indonesia karena tetap bermain minyak dengan Iran. Lalu, pertanyaannya sekarang, bagaimana postur kekuatan maritim ”Negeri Karpet” itu sehingga comeback -nyalayakdisambut secara cukup gempita oleh komunitas maritim mondial?


Tradisi Panjang


Iran sebenarnya bukanlah ”anak kemarin” dalam bidang maritim. Sudah ribuan tahun berselang negeri ini ”bermain air laut”. Lincoln Paine (2013) mencatat Iran merupakan penguasa bumi Asia bagian barat daya pada awal abad ke-7 Masehi. Saat itu yang bertahta adalah dinasti Sasanid. Wilayah yang mereka kuasai membentang mulai dari Irak hingga sebagian Asia Kecil Turki kinibagian selatan.

Di Semenanjung Arab, dinasti ini menguasai bandar- bandar seperti Bahrain, Kuwait, Qatar, Oman, dan lainnya. Dinasti Sasanid bertekuk lutut pada 643 Masehi ketika pasukan muslim bergerak maju menguasai kota perdagangan Damaskus di Siria. Namun, pengaruh Iran dalam bidang kemaritiman tidak serta-merta surut dengan penaklukan ini.

Ia bertahan, bahkan mampu menembus batas-batas teritori awal karena dibawa sendiri oleh pasukan muslim ke daerah yang baru mereka kuasai. Indonesia salah satu negeri yang menerima pengaruh cukup kuat dari Iran dalam bidang kemaritiman. Contoh kecil, kata bandar dan syahbandar yang begitu sering dipergunakan dalam bidang kemaritiman di Tanah Air merupakan kata serapan dari bahasa Farsi/Iran.

Ketika dinasti Sasanid berkuasa yang kemudian digantikan oleh daulah Islamiyah (baca: khilafah), di belahan Asia yang lain terdapat kekuatan maritim yang juga berperan penting dalam perdagangan dunia yaitu China. Melalui daerah-daerah yang berada di dalam kekuasaan China terbentang jalur perdagangan yang dikenal dengan sebutan ”Jalur Sutra” yang merajut bandar- bandar penting di Asia Tengah melalui jalur darat.

Sayang, pergolakan politik di dalam negeri China - termasuk di wilayah-wilayah di bawah kendali kekhalifahan - membuat Jalur Sutra ini akhirnya ditinggalkan oleh para pedagang. Mereka beralih ke ”Jalur Sutra Laut” atau The Silk Road Of The Sea . Kelak, beberapa ratus tahun kemudian jalur ini diperkenalkan kembali oleh pemerintahan Xi Jinping dengan istilah Maritime Silk Road.


Maritim Iran Kini


Jika dulu kekuatan Iran dimanifestasikan ke dalam penguasaan fisik bandar- bandar terkenal, bagaimana potret kemaritimannya sekarang? Kekuatan maritim Iran saat ini terletak pada armada kapal tanker raksasanya. Kapal tanker raksasa (very large crude carrier /VLCC) yang dimiliki Iran berjumlah 37 unit, terbesar yang dimiliki oleh sebuah firma perkapalan di dunia. National Iranian Tanker Company atau NITC merupakan operator tanker-tanker tersebut.

Sebagai perbandingan, pelayaran- pelayaran yang mengoperasikan VLCC seperti Mitsui OSK Lines dan Nippon Yusen Kaisha (NYK), Euronav dari Belgia hanya memiliki tak sampai setengah dari armada tanker Iran. Perusahaan pelayaran Arab Saudi, National Shipping Company of Saudi Arabia, yang banyak mengoperasikan tanker bongsor bahkan punya 31 supertanker saja. Sebuah tanker digolongkan sebagai raksasa/ super/bongsor karena mampu mengangkut minyak lebih dari 1 juta barel.

Sinopa , salah satu tanker raksasa Iran, mampu menggendong muatan hingga 2 juta barel. Pelajaran apa yang bisa Indonesia petik dari Iran? Iran mengajari kita begitu pentingnya memiliki armada pelayaran yang andal. Sebetulnya Iran juga memiliki kapal-kapal peti kemas dan general cargo, tetapi negeri itu memilih untuk lebih membesarkan armada tankernya menuju posisi tertinggi yang bisa dicapai.

Negeri itu mengajarkan kita agar fokus kepada satu hal dan menyurahkan seluruh sumber daya yang ada untuk menggenapkannya. NITC dibangun dengan menggunakan dana pensiun dalam negeri. Dengan membesarkan armada tankernya, Iran tidak hanya beruntung dari sisi finansial, namun juga beroleh berkah keamanan energi (energy security).

Selama masa embargo tanker-tanker Iran menjadi floating storage untuk hampir 40 juta barel minyak milik mereka. Negeri ini memiliki kilangkilang besar di daratan, tetapi mereka tetap memilih untuk menyimpan minyak sebanyak itu di lautan. Jelas pertimbangannya masalah keamanan. Menyimpan di lautan memang relatif lebih aman dibanding di daratan.

Sekadar catatan, pengangkutan ekspor-impor minyak Indonesia masih didominasi oleh tanker asing hingga 90%. Dengan begitu, keamanan energi nasional sebenarnya cukup rawan. Dalam Review of Maritime Transport yang diterbitkan oleh United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) edisi 2010, pengangkutan dunia didominasi oleh komoditas energi seperti minyak mentah atau crude oil , gas, batu bara, dan produk turunannya.


Pada gilirannya, masih menurut lembaga di bawah PBB itu, kondisi ini memengaruhi postur armada dunia. Selama 2010 jumlah kapal komersial di dunia mencapai 102,194 unit dengan total tonase 1,276,137 deadweight ton (dwt). Adapun jumlah tonase kapal pengangkut energi (oil tanker ) mencapai 450 juta dwt atau 35,3% dari tonase dunia. Sementara porsi tonase kapal curah atau dry bulk berjumlah 457 juta dwt (35,8% tonase dunia). Di manakah posisi armada tanker Indonesia? Entahlah.

Dimuat dalam KORAN SINDO, Kamis, 17 Maret 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Pengenaaan CHC dan THC di Pelabuhan

In search for a new IMO Secretary-General – assessing Indonesia’s strength at the Global Maritime Forum

Mungkinkah TNI-AL menjadi blue-water navy (kembali)?