Antara Panama, Open Registry, dan FoC

Panama selalu menarik perhatian. Karena ia surga; surga kemudahan. Belakangan, terjadi hampir di banyak tempat dan tentu saja di Indonesia, kemudahan yang ditawarkan Panama berujung kontroversi.

Publik menyebut ‘skandal’ itu dengan istilah Panama papers. Para pihak yang ditarik ke pusarannyapun bukan sembarang orang: multijutawan dan para pejabat negara yang tentu saja juga jutawan jika tidak mau disebut multijutawan. Memang, hanya merekalah yang bisa bermain-main dengan ‘kertas Panama’. Yang lain sepertinya jauh dari bisa dan kalaupun bermain paling banter dengan ‘kertas lokal’.

Dari perkembangan yang hingga kini masih bergulung terkait dengan Panama papers komentar dan analisis yang masuk ke ruang publik melalui media massa kebanyakan berputar sekitar topik ekonomi dan hukum. Sementara itu, ada tema lain yang cukup menarik untuk diangkat ke permukaan tetapi luput disajikan, yaitu kemaritiman.

Lantas, apa hubungan Panama dengan kemaritiman, khususnya pelayaran? Ada dua. Pertama, negara tersebut sering dikaitkan dengan open registry. Dan, kedua Panama adalah satu dari beberapa flag of convenience (FoC) yang sangat terkemuka.


OPEN REGISTRY


Open registry adalah istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan sebuah organisasi yang mengurusi pendaftaran kapal-kapal yang dimiliki oleh shipowner ke dalam berbagai negara bendera (flag state) di luar negara pemilik kapal.

Praktik ini pertama sekali dilakukan oleh AS pada era 1920-an ketika pengurusan kebangsaan kapal di negeri Paman Sam begitu rumit dan biaya gaji ABK terus membengkak.

Mereka lalu memilih mendaftarkan kapalnya ke Panama. AS menerapkan closed registry yang menawarkan kerumitan, sedangkan Panama adalah open registry dengan segala kemudahannya.

Tertarik dengan kemudahan yang ditawarkan oleh kebijakan open registry, seorang  peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Perhubungan pernah mengatakan bahwa sistem registrasi terbuka bisa menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan jumlah armada kapal berbendera Merah Putih untuk angkutan barang ekspor-impor.

Dalam praktiknya open registry bisa merupakan entitas pemerintah, tetapi ada kalanya perusahaan privat yang dapat mewakili satu atau lebih flag state.

Apabila Indonesia berminat menjadi open registry, bisa saja menggunakan perusahaan privat asing yang bergerak dalam bisnis ini atau memakai registry sendiri.

Sayang, pelaku bisnis pelayaran dalam negeri dan sebagian pemerhati kemaritiman menolak gagasan open registry karena khawatir kebijakan itu dapat mengganggu penerapan asas cabotage yang telah diperjuangkan dengan susah payah. Hingga kini tak terdengar lagi diskursus ini.


FLAG OF CONVENIENCE


Apa saja kemudahan yang ditawarkan oleh Panama – tentu saja open registry lainnya – kepada shipowner? Dari praktik open registry lantas muncullah flag of convenience (FoC) atau bendera kemudahan.

Keberadaan mereka ibarat dua sisi mata uang. Open registry adalah pintu masuk sedangkan FoC adalah isi rumahnya. Ketika seorang shipowner ingin mendaftarkan kebangsaan kapalnya melalui registrasi terbuka ia akan ditawari berbagai kemudahan. Kemudahan dalam bentuk badan hukum misalnya.

Registry Panama tidak akan mempersoalkan siapa yang sesungguhnya memiliki kapal yang didaftarkan. Dalam bahasa lain, pemilik anonim (anonymous) dapat mendaftarkan kapal di Panama tanpa perlu khawatir identitasnya dibuka.

Apa yang dipraktikan oleh Panama ini jelas bertentangan dengan Geneva Convention on the High Seas 1958 yang mengatur tentang perlunya ada hubungan yang asasi (genuine link) antara shipowner dan negara bendera.

Kemudahan berikutnya yang ditawarkan oleh registry Panama adalah pajak yang murah terhadap perusahaan pelayaran yang mengibarkan benderanya dibanding negara asal pemilik kapal.

Last but not least, Panama juga membebaskan para shipowner kapal berbendera mereka untuk membayar gaji ABK. Tidak ada standar gaji tertentu yang diwajibkan oleh Panama; sesuka shipowner saja.

Dengan open registry yang diterapkan oleh negara-negara tax heavens lebih dari setengah armada niaga dunia kini berbenderakan flag of convenience. Dan, Panama – bersama Liberia dan Marshall Island yang juga merupakan registrasi terbuka – menguasai 40% dari seluruh dari tonase dunia.

Boleh jadi Panama melanggar berbagai aturan di bidang pajak, perburuhan dan lainnya tetapi para shipowner amat terbantu oleh open registry jutaan dollar setiap tahunnya.

Dalam bisnis pelayaran yang begitu kompetitif seperti saat ini penghematan bernilai jutaan itu akan mampu memperpanjang nafas pengusaha pelayaran yang saat ini masih tersengal akibat didera oleh lesunya perekonomian dunia.


Sebagai negara yang memiliki cukup banyak shipowner Indonesia juga menyaksikan banyak di antara mereka yang mendaftarkan kapalnya kepada open registry. Bukan hanya perorangan, terdapat pula BUMN yang melakukan hal itu. Apakah skandal ‘Panama papers’ akan juga menggulung mereka? Entahlah.

Dimuat dalam BISNIS INDONESIA, Selasa, 12 April 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Pengenaaan CHC dan THC di Pelabuhan

In search for a new IMO Secretary-General – assessing Indonesia’s strength at the Global Maritime Forum

Mungkinkah TNI-AL menjadi blue-water navy (kembali)?