Antara Tol Laut, Bisnis Kargo dan Djakarta Lloyd

Pidato Presiden Joko Widodo saat pelantikan medio Oktober 2014 silam di gedung MPR/DPR tentang fokus pemerintah ke depan harusnya berlatar maritim menuai banyak apresiasi. Sudah seharusnya, negeri yang sebagian besarnya adalah wilayah kelautan, memiliki pola pikir pembangunan yang berorientasi maritim. Indonesia, secara jelas, harus memanfaatkan laut sebagai jalan pembangunan.

Masalahnya, meski lebih dari setengah wilayah Indonesia adalah lautan, program yang berkaitan dengan kelautan belum berjalan maksimal. Laut, dulu, masih dianggap sebatas pemisah. Bukan penghubung. Karena itu, banyak infrastruktur yang seharusnya berkembang di berbagai wilayah Indonesia tersendat. Salah satunya karena kurangnya pasokan ke daerah terpencil. Akses laut kurang dipahami secara komprehensif.

Kini, konsep tol laut, yakni akses penghubung daerah lewat laut, mulai digulirkan kembali. Program pemerintah yang mengembangkan potensi laut ini sedang digelorakan agar pembangunan di daerah mengalami peningkatan yang signifikan. Hanya saja, belum ada entitas, yang bisa memainkan peran itu sebagai katalisator infrastruktur utama dari tol laut.

Sejarah pernah mencatat; ada dua BUMN yang seharusnya memainkan peran ini. Dari sisi penumpang, kita mempunyai PT Pelni. Dari sisi kargo, Indonesia memiliki PT Djakarta Lloyd (DL). Keduanya adalah Badan Usaha Milik Negara. Namun dalam penciptaan target pemerintah membangun infrastruktur di daerah. Sudah sepantasnya perusahaan pelat merah seperti DL memainkan perannya.

DL merupakan perusahaan pemain kargo yang sudah mahfum seluk beluk transportasi logistik. Ini yang seharusnya dikuatkan kembali agar peningkatan infrastruktur di daerah meningkat dengan pesat. Apalagi, bisnis kargo ke depan makin dahsyat. DL, sudah harus mengambil momentum ini. Membantu pemerintah dalam upaya pemerataan harga barang di daerah-daerah.

Hanya saja, DL pernah redup akibat kesalahan investasi. Semua pihak saat itu pada awalnya sudah ‘mengikhlaskan’ kepergiannya. Bahkan, Kementerian BUMN sudah berusaha ‘mematikannya’ dengan tidak melakukan rapat umum pemegang saham. Bahkan sebelumnya, kalangan manajemen perusahaan pun sudah tidak membuat laporan keuangan selama hampir sepuluh tahun karena begitu parahnya kocek korporasi.

Singkat cerita, ia sudah tidak punya harapan hidup. Akan tetapi, DL kini sudah ‘merah kembali air mukanya’ dan siap mengarungi lautan yang menjadi takdirnya sejak awal ditubuhkan. Apa rahasia di balik geliat perusahaan pelayaran itu? Ada banyak cerita, tetapi, saya hanya ingin menuliskan beberapa di antaranya.

Pertama, DL berhasil bangkit dari keterpurukannya dengan melakukan financial engineering yang lumayan berhasil, gabungan strategi haircut dan debt to equity swap. Diawali dengan upaya penundaan kewajiban pembayaran utang.

Dengan program Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tadi, komposisi saham tentu saja berubah. Kreditur—dalam dan luar negeri—memegang sekitar 70,8 persen saham sementara negara hanya sekitar 29,2 persen. Dan 2015 lalu, komposisi ini berubah lagi di mana saham pemerintah menjadi 78,1% dan kreditur hanya 21,9 %. Besar utang dengan sendirinya juga berubah cukup signifikan karena para kreditor sudah mengantongi saham

DL. Artinya, jika DL ingin melakukan buy backsaham dari kreditor, jumlahnya hanya tinggal Rp 228 milyar dan masa pembayarannya pun cukup lama, yaitu selama 13 tahun.

Kedua, DL mampu memperoleh komitmen pengapalan (shipment contract) berdurasi 15 tahun dari PT PLN. Inilah sebetulnya kunci ‘bangkit dari mati suri’ bagi perusahaan pelayaran yang didirikan pada 1950 itu. Semua skema financial engineering yang dijalankan oleh DL membuahkan hasil karena adanya kontrak ini. Tidak besar, cuma 1 juta ton per tahun.

Tetapi ini cukup. Bagi perusahaan pelayaran yang dipentingkan adalah revenue streaming-nya bukan besarnya jumlah barang yang diangkut. Apalah artinya kargo yang besar namun hanya untuk sekali pengangkutan. Model pengoperasian kapal seperti ini di dalam dunia pelayaran disebut dengan istilah tramper.

Di sisi lain, ada pengoperasian kapal dengan pola liner alias berjadwal tetap. Seberapa pun jumlah barangnya akan tetap diterima sejauh dia rutin. Yang dilakukan oleh DL dapatlah dikategorikan ke dalam liner. Dan, pola ini tidak asing bagi Djakarta Lloyd.

Ketika masa jayanya di era 70-80an, kapal-kapal peti kemas DL sandar di pelabuhan di delapan penjuru mata angin tepat pada waktu yang ditentukan oleh operator pelabuhan. Berdatanganlah negara-negara jiran yang ingin mendirikan pelayaran mereka sendiri untuk belajar dari DL tentang pengoperasian kapal peti kemas.

Kini, jika melihat rencana pengadaan kapal DL, perusahaan itu akan mengadakan 4 tanker, 3general cargo, 6 Handymax, 1 Panamax, 1 LPG carrier, 1 cement carrier dan 5 tug and barge. Tak jelas berapa kapal peti kemas yang akan diadakan oleh DL. Untuk apa kapal-kapal yang sebagian besar dapat disebut bulker itu?

Data yang ada pada penulis mengungkapkan, DL hendak berburu muatan dari berbagai BUMN yang memiliki kargo besar dengan kapal-kapal tersebut. Ambil contoh, dari 20 juta metrik ton produksi Kelompok Semen Indonesia, DL menargetkan dapat mengangkut 2 juta metrik ton (10 persen dari market share). Lalu, produksi batu bara Bukit Asam yang mencapai 15 juta metrik ton, diharapkan juga dapat diangkut oleh DL sekitar 1,5 juta metrik ton. Dari mana duit untuk mengadakan kapal-kapal dimaksud?

Pemerintah telah mengalokasikan penyertaan modal negara (PMN) hampir Rp 400 milyar bagi DL. Hanya saja bukan untuk pembelian kapal melainkan untuk rekondisi kapal yang ada. Tapi merekondisi kapal bukan pilihan bijak untuk saat ini. Dengan harga kapal yang terus turun di pasar global,sebaliknya, membeli kapal adalah pilihan bijak.

Untuk itu DPR sedapat mungkin segera menyetujui perubahan peruntukan PMN yang kini tengah diajukan oleh DL. Lalu, apakah dana PMN itu mencukupi untuk pengadaan seluruh kapal yang direncanakan? Cukup. Jika pun tidak cukup, ada berbagai skema pembiayaan yang tersedia sehingga kapal yang diinginkan tetap bisa didapat. Bare boat hire purchase dan freight charter hire purchase adalah sebagian di antaranya.

Dalam bahasa awam, pola ini sama dengan leasingdalam dunia kredit otomotif. Apa pun pilihan skema pembiayaanya, yang diperlukan adalah kepastian muatan. Dan, proyeksi kargo yang diharapkan DL dari BUMN lain di muka bisa dijadikan jaminan kepada pihak ship owner. Namun, diperlukan big push dari pemerintah—dalam hal ini Presiden Joko Widodo—agar proyeksi tersebut dapat direalisasikan.

Caranya, barangkali, Presiden cukup menginstruksikan kepada BUMN yang ada dalam daftar ‘incaran’ DL agar segera memanfaatkan jasa yang ditawarkan oleh pelayaran itu. Restrukturisasi DL memang masih panjang. Namun, mengacu kepada apa yang sudah dilakukan, terlihat bahwa restrukturisasi itu sudah di jalan yang benar.Bila perusahaan BUMN ini bisa melakukan giat bisnis tersebut.

Maka, sudah seharusnya DL menjadi bagian, mungkin yang utama, dalam membangun jalan tol laut yang sudah digadang-gadang pemerintah. DL, seharusnya, bisa memanfaatkan hal ini, bukan lagi sebagai perusahaan, tapi sebagai anak bangsa yang berkontribusi melancarkan pembangunan infrastruktur di daerah-daerah di Indonesia.

Dimuat dalam gatranews, 28 Januari 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Pengenaaan CHC dan THC di Pelabuhan

In search for a new IMO Secretary-General – assessing Indonesia’s strength at the Global Maritime Forum

Mungkinkah TNI-AL menjadi blue-water navy (kembali)?