Strategi Terbaru Kemaritiman Tiongkok



Semua kita tahu bahwa Tiongkok makin berjaya di lautan. Pencapaian ini menggenapkan keperkasaannya di bidang perkonomian lainnya. Namun, gerak maju negeri Tirai Bambu itu tidak berjalan linear, melainkan paralel. Maksudnya, kemajuan maritim Tiongkok berjalan beriringan dengan pencapaian di bidang lainnya. Benarlah apa yang dikatakan Capt AT Mahan, seorang ahli strategi maritim terkenal dalam bukunya The Influence of Sea Power Upon History 1660-1783 bahwa …the necessity of a navy, in the restricted sense of the word, springs, therefore, from the existence of a peaceful shipping

Jika mengacu pada pernyataan Laksamana AS itu, perkembangan ekonomi sebuah negara, termasuk AL-nya sekalipun, ditentukan oleh kemajuan pelayaran perdagangan (baca: maritim) mereka. Dari sisi ini, pelayaran milik Tiongkok, China Ocean Shipping Company (COSCO) merupakan satu dari segelintir pemain dalam kancah transportasi peti kemas dunia. COSCO saat ini menempati posisi keenam dalam jumlah kepemilikan kapal peti kemas modial, yakni 130 unit dengan total daya angkut 600.000 twenty-foot equivalent unit. Selain itu, perusahaan yang bermarkas di ibukota negara Beijing itu juga menempati urutan kesembilan dunia dalam volume pengangkutan peti kemas.

Strategi maritim Tiongkok yang sudah dikenal publik adalah maritime silk road atau ‘jalur sutra maritim’. Strategi ini bertemu pada jalur yang sudah ada sejak zaman sebelum Masehi dan menghubungkan seluruh titik perdagangan yang ada di belahan timur dan belahan barat Benua Asia. Biarawan, pengembara, prajurit dan lain sebagainya asal Tiongkok dan India yang hendak berpergian ke Laut Mediterrania menggunakan jalur tersebut. Dengan ditambahi kata maritim, ini berarti jalur kuno itu akan ditelusuri dengan kapal sebagai alat transportasinya, menggantikan karavan, jalan kaki dan moda lainnya.

Dalam perspektif supply chain management (SCM), strategi yang ditempuh Tiongkok itu bisa dinilai sebagai upaya mengamankan pasokan bahan baku bagi industri mereka yang berasal – sebagian besar dari luar Tiongkok. Maklumlah, kekayaan alam negeri Judge Bao Zheng itu relatif terbatas jika tidak mau disebut tidak ada sama sekali. Sedangkan dari sudut Kajian Strategis atau Strategic Studies, ‘jalur sutra maritim’ menjadi sealanes of communication (SLOC) armada AL Tiongkok yang beroperasi di lautan lepas seiring dengan perubahannya menjadi blue-water navy. AL mana pun membutuhkan SLOC baik untuk berkomunikasi, suplai logistik maupun untuk mundur menarik diri dari pertempuran.

Strategi Terbaru

Strategi terbaru kemaritiman Tiongkok yang hendak diuraikan di sini sebetulnya masih terkait dengan upaya negeri itu memastikan sustainability pasokan bahan baku, dalam hal ini energi, bagi industri dan penduduk mereka. Namun, perlu dicatat, strategi terbaru ini bukanlah kebijakan resmi sebagaimana strategi maritime silk road. Ia tidak disampaikan langsung oleh pejabat resmi pemerintah dan disosialisasikan kepada negara-negara sahabat. Ia betul-betul didasarkan pada perkembangan day by day yang terjadi dalam dunia bisnis. Karenanya, strategi ini lebih tepat diistilahkan dengan taktik.

Adalah jaringan televisi berita CNN yang menguak keberadaannya. Ditulis oleh wartawan Andrew Stevens, Tiongkok dilaporkan tengah membangun fasilitas penyimpanan strategis untuk minyak mentah yang dibelinya saat harganya terjun bebas saat ini. Fasilitas tersebut direncanakan akan mampu menampung 500 juta barel.

Jumlah ini sedikit di bawah negara saingannya, AS, yang memiliki simpanan minyak mentah antara 700-800 juta barel. Sang wartawan melanjutkan, di samping cadangan 500 juta barel itu, Tiongkok terlebih dahulu telah menimbun sekitar 150 juta barel.

Kapasitas penyimpanan strategis milik Tiongkok akan terus ditingkatkan hingga penghujung tahun nanti. Tempat penyimpanan strategis Negeri Tirai Bambu itu adalah kapal. Tentu, negara ini juga punya bunker minyak di daratan. Di sinilah aspek kemaritiman dari strategi atau taktik baru Tiongkok. Adapun kapal yang dimaksud adalah supertanker TI Europe, berukuran 400.000 deadweight ton. Saat ini ia sedang lego jangkar di sekitar Selat Malaka dengan muatan 3 juta barel minyak mentah milik Pemerintah Tiongkok. Dengan ukuran sebesar itu, kapal tersebut adalah pengangkut minyak terbesar di dunia saat ini.

TI Europe disewa oleh perusahaan minyak milik negara Tiongkok dengan harga 40.000 dolar AS per hari. Karena sangat bongsor, kapal itu tidak bisa bergerak dengan leluasa di lautan. Karenanya, Tiongkok menjadikannya hanya sebagai tempat penyimpanan cadangan minyak mereka. Jika minyak yang ada di atas kapal itu diperlukan, baik untuk kebutuhan domestik maupun untuk dijual kembali, pengirimannya mempergunakan kapal-kapal yang lebih kecil ukurannya.

Indonesia barangkali bisa belajar dari strategi terbaru kemaritiman Tiongkok. Daripada kita sulit membangun depo di darat, kita sewa saja supertanker sebagai depo terapung.

Dimuat dalam koran SUARA KARYA, Sabtu, 27 Juni 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Pengenaaan CHC dan THC di Pelabuhan

In search for a new IMO Secretary-General – assessing Indonesia’s strength at the Global Maritime Forum

Mungkinkah TNI-AL menjadi blue-water navy (kembali)?