Gerakan Muhammadiyah dan Kemaritiman

Adakah hubungan yang signifikan antara Muhammadiyah dan kemaritiman? Sekilas memang amatlah jauh hubungan gerakan pembaharuan Islam di Indonesia itu dengan isu kemaritiman. Namun, jika sejarah persyarikatan didalami secara seksama, ada hubungan erat antara keduanya. Yaitu, semangat pembaharuan yang diusung oleh pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan sejatinya adalah semangat kemaritiman.

Semangat kemaritiman adalah elan yang mengisi relung kesadaran para penduduk yang mendiami pesisir, laut ataupun sungai. Kualitas psikis ini ditandai dengan kecenderungan alam pemikiran mereka yang sangat terbuka (receptive) terhadap berbagai gagasan baru, baik yang dibawa oleh pendatang ataupun yang berasal dari komunitas mereka sendiri.

Hampir semua peradaban besar dunia, Mesir, India dan Persia, misalnya, merupakan kota-kota yang dibangun di pesisir. Dan, masyarakatnya sangat receptive terhadap gagasan dan pendatang. Jika tidak, mana mungkin mereka menjadi saudagar-saudagar di bandar-bandar tadi.

Muhammad Darwisj, nama asli KH Ahmad Dahlan, juga seorang pedagang di samping sebagai khatib amin di Keraton Yogyakarta. Pengurus dan aktivis Muhammadiyah yang semasa maupun setelah era KH Ahmad Dahlan tak sedikit yang berlatar belakang saudagar pula. Malah, KH Faqih Usman, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1968-1971, memiliki galangan kapal di Gresik, Jawa Timur.

Sementara itu, dari sisi geografis, Kauman di Yogyakarta, tempat tinggal KH Ahmad Dahlan dan sekaligus home base gerakan Muhammadiyah, dapat dikategorikan sebagai kawasan pesisir. Jadi, rasanya tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa antara persyarikatan Muhammadiyah dan kemaritiman itu terjalin hubungan yang sangat signifikan.

Kini, setelah satu abad berkiprah di mana lingkungan strategis yang melingkupinya mengalami perubahan yang cukup drastis. Salah satunya adalah diusungnya visi maritim oleh pemerintah. Apa yang bisa dilakukan oleh Muhammadiyah terkait bidang kemaritiman?

Pendidikan Maritim
Dengan jumlah lembaga pendidikan tinggi – akademi, sekolah tinggi dan universitas – yang mencapai 170 kampus dan tersebar di hampir seluruh Indonesia, Muhammadiyah tak pelak lagi adalah yang terbesar dalam aktivitas penyediaan pendidikan tinggi di Indonesia. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset saja hanya memiliki kurang dari seratus kampus. Muhammadiyah bisa menjadi sokoguru bagi visi kemaritiman nasional utamanya dalam bidang pendidikan kemaritiman.
Tanpa banyak diketahui publik, organisasi ini sebetulnya telah ‘bermaritim ria’ ketika Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengukuhkan seorang guru besar bidang ekonomi maritim tahun 2005. Laode M Kamaluddin, sang guru besar, dikukuhkan oleh kampus tersebut sebagai profesor pertama dalam bidang ekonomi maritim dengan judul orasi ”Indonesia Sebagai Negara Maritim dari Sudut Pandang Ekonomi”. Guru besar yang pertama bagi UMM dan barangkali yang pertama pula di Indonesia.
Muhammadiyah diharapkan kembali tajdid-nya dalam bidang kemaritiman. Disebut memperkuat karena pendidikan kemaritiman telah lama berjalan di Tanah Air, hanya saja masih parsial, belum holistik. Caranya, antara lain, dengan mendirikan universitas maritim. Indonesia saat ini sangat membutuhkan universitas maritim untuk mewujudkan visi kemaritiman nasional sebagai poros maritim dunia.
Tetapi, keberadaan universitas maritim di negeri ini tidak hanya untuk keperluan itu. Pemimpin nasional datang dan pergi setiap lima tahun sekali dan visinya bisa jadi tidak dijalankan lagi oleh penerusnya. Kita memerlukan universitas maritim untuk mengisi jati diri kita sebagai the biggest archipelago state in the world.
Semoga muktamar Muhammadiyah ke-47 yang akan diadakan di Makassar, Sulawesi Selatan, Agustus nanti bisa menangkap kebutuhan ini. Syukur-syukur, melahirkan keputusan yang aplikatif terkait pendirian universitas maritim. Semoga. 
Dimuat dalam koran SUARA KARYA, Kamis, 11 Juni 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Pengenaaan CHC dan THC di Pelabuhan

In search for a new IMO Secretary-General – assessing Indonesia’s strength at the Global Maritime Forum

Mungkinkah TNI-AL menjadi blue-water navy (kembali)?