Mendesak Pendirian Penjaga Laut dan Pantai Indonesia



Seiring dengan mendekatnya masa akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,  penjaga laut dan pantai atau sea and coast guard Indonesia masih juga belum jelas nasibnya.

Memang, ada optimisme yang muncul dari pernyataan Menteri Perhubungan EE Mangindaan beberapa waktu lalu bahwa naskah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang akan menjadi landasan hukum bagi eksistensi lembaga tersebut sudah disempurnakan oleh instansi terkait.

Namun, memperhatikan bagaimana naskah tersebut mengalir dari satu kementerian ke kementerian lainnya sebelum sampai di atas meja SBY untuk ia tanda-tangani, optimisme tadi memudar. Pasalnya, mekanisme yang ditempuh RPP itu sudah berkali-kali dilakukan tapi tetap saja hasilnya sea and coast guard Indonesia tidak juga kunjung berdiri.

Sehingga, kita kini tidak tahu apakah masih bisa berharap bahwa lembaga tersebut akan berdiri sebelum SBY menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan kepada presiden berikutnya. Atau, pendiriannya akan diserahkan kepada pemerintahan baru dengan catatan bahwa seluruh proses dimulai dari nol kembali.

Lebih lanjut, optimisme akan berdirinya coast guard Indonesia juga makin meredup manakala kita menyaksikan adanya upaya mendirikan Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang pintu masuknya melalui revisi UU Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Jika lembaga ini kelak berhasil dibentuk, kita akan menyaksikan makin sumpeknya lautan nusantara dengan berbagai instansi yang “merumput” di laut.

Oleh karena itu, kita berharap bahwa sea and coast guard Indonesia dapat berdiri dalam injury time yang tersisa. Harapan ini memiliki hanya satu alasan: lembaga itu betul-betul urgen untuk didirikan.

Keberadaan sea and coast guard Indonesia dapat, seperti kata Indonesian National Shipowners’ Association (INSA), menekan biaya siluman yang biasa mereka bayarkan kepada berbagai oknum dari instansi pemerintah yang melakukan patroli di lautan Nusantara yang jumlah mencapai Rp5-Rp7 triliun per tahun. Kita tidak perlu berdebat lagi dan menerimanya sebagai salah satu alasan untuk mendirikan Indonesia Sea and Coast Guard (ISCG).

Makna strategis

Selain dapat menekan biaya siluman, syukur-syukur bisa menghilangkannya kelak, keberadaan ISCG memiliki makna strategis, jika tidak hendak dikatakan strategis sekali. 

Disebut strategis karena kehadiran lembaga ini akan memperkuat nilai geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Setidaknya ada beberapa perkembangan yang terjadi di luar sana yang menjadi conditio sine qua non bagi pendirian Penjaga Laut dan Pantai Indonesia.

Pertama, berdirinya China Coast Guard Bureau. Penubuhan lembaga tersebut menandakan perubahan kebijakan keamanan maritim Beijing ke arah lebih lembut (soft approach). Dalam Konferensi Keamanan Maritim 2014 yang diadakan oleh Stockholm International Peace Research Institute/SIPRI  di Stockholm dari 9-11 Juli lalu, dengan penulis menjadi salah satu pembicaranya, terungkap keinginan China untuk lebih mengedepankan soft approach dalam menyikapi ketegangan di laut antara negara itu dengan negara-negara lain.

Perubahan sikap negeri Tirai Bambu itu terlihat pada insiden yang terjadi beberapa waktu lalu antara negeri ini dengan Jepang di kawasan yang mereka persengketakan, dalam hal ini Pulau Daiyou. Kapal China yang dikirim oleh Beijing ke sana adalah kapal coast guard mereka, bukan kapal PLA Navy.

Sebelum China, Malaysia, India, Vietnam dan negara lainnya sudah lebih dulu mendirikan coast guard masing-masing. Walaupun masing-masing negara berbeda dalam pengaturan coast guard-nya (misalnya dalam hal apakah coast guard itu unsur militer atau sipil), tapi semuanya sepakat bahwa coast guard lebih berperan dalam aspek law enforcement, SAR maritim, dan kerjasama antarnegara.

Kedua, terjadinya perubahan dalam doktrin matra laut di hampir berbagai negara yang memiliki AL; dari brown-water navy menjadi blue-water navy.

Secara umum blue-water navy adalah konsepsi tentang kemampuan angkatan laut satu negara untuk digelar (deployment) di samudera luas atau high seas dalam kurun waktu yang cukup lama. Singapura adalah salah contoh negara yang AL-nya sudah bergerak menjadi blue-water navy.

Dalam studi ilmu peperangan modern, angkatan laut yang ingin menerapkan prinsip blue-water navy harus memiliki kemampuan membela diri yang handal dari kemungkinan serangan lawan yang berasal bawah air (kapal selam), permukaan (kapal perusak, frigat, korvet, dll), dan serangan udara.

Di samping itu, untuk menjadi sebuah angkatan laut yang blue-water dibutuhkan suplai logistik yang baik sehingga armada yang sedang berada di tengah samudera luas tadi dapat beroperasi terus-menerus tanpa mengalami gangguan.

Di Indonesia, TNI-AL saat ini tidak jelas apakah blue-water navy, green-water navy atau brown-water navy. Sejalan dengan pendirian ISCG kita berharap TNI-AL akan kembali mengarungi lautan luas dan menjadi blue-water navy seperti pada era ‘60-an. Sementara, laut teritorial dikawal oleh ISCG.*****

Dimuat dalam harian BISNIS INDONESIA, Selasa, 12 Agustus 2014

Komentar

  1. Bingung cari situs judi online teraman dan terpercaya di Indonesia?. Mari bergabung bersama kami & nikmati bonus menarik dari kami. Hanya dengan minimal deposit Rp 20.000 saja, anda sudah memiliki peluang untuk memenangkan puluhan juta bahkan sampai ratusan juta rupiah setiap harinya.

    Telah hadir situs terpercaya untuk bermain game online

    Menyaediakan 8 game dalam satu id
    * POKER
    * BANDAR Q
    * BANDAR POKER
    * DOMINO
    * CAPSA SUSUN
    * ADU Q
    * BANDAR 66
    * SAKONG

    keunggulan bermain di PESONAQQ :

    * Minimal deposit hanya Rp 20.000
    * Minimal tarik dana Rp 20.000
    * Dilayani oleh CS profesional dan ramah, 24 jam online
    * Proses Depo & WD super cepat
    * No ROBOT MURNI PLAYER VS PLAYER
    * Bonus Referal 100% - 200%
    * Bonus TO di bagikan tiap hari s/d 0.5%

    Untuk Info Lebih Lanjut Contact CS Kami :
    *Livechat
    * WA : +85511817618
    * BBM : 7A996166

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Pengenaaan CHC dan THC di Pelabuhan

In search for a new IMO Secretary-General – assessing Indonesia’s strength at the Global Maritime Forum

Mungkinkah TNI-AL menjadi blue-water navy (kembali)?