ReCAAP Menunggu Partisipasi Indonesia

Lembaga Information Sharing Center (ISC), yang berada di bawah naungan Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia (ReCAAP), baru saja menghelat pertemuan Dewan Gubernurnya yang ketujuh pada awal Maret di Singapura. 
 
Walaupun Indonesia tidak berpartisipasi dalam pertemuan tersebut, namun output yang dihasilkannya tetap menarik untuk dicermati. Pada derajat tertentu akan mempengaruhi upaya kita dalam mengamankan lautan nusantara dari tindak kejahatan maritim perompakan (piracy) dan perampokan bersenjata (armed robbery) terhadap kapal.
 
Sekilas kondisi keamanan maritim di kawasan perairan Asia terbaru. Berdasarkan informasi yang diterima Pusat Informasi Keamanan Maritim Indonesia dari Information Sharing Center ReCAAP di Singapura, memasuki 2013 gangguan keamanan maritim selama Januari tercatat sebanyak tujuh kejadian. Satu kejadian merupakan kategori 2, dua kejadian kategori 3, dan empat kejadian kategori pencurian. Angka ini turun dibanding bulan yang sama pada 2011 dan 2012.
 
Namun, perairan Asia sedikit “memanas” menyusul empat aksi kejahatan terhadap kapal dalam minggu terakhir April 2013. Kejadian pertama berlangsung pada 22 April di lepas pantai Tanjung Ayam, Malaysia pukul 22.50 waktu setempat dan yang menjadi target adalah tongkang Eng Tou 266. Kejadian kedua, 23 April pukul 04.07 waktu setempat, berlokasi pada 13 mil laut dari timur laut Pulau Bintan, di Laut China Selatan, dengan korban sebuah tanker pengangkut aspal, AD Phoenix. 
 
Kejahatan maritim kategori 2 dinilai cukup signifikan (moderately significant), ditandai dengan penggunaan senjata tajam seperti pisau atau parang oleh para pelaku saat menyerang kapal. Kategori 3 dinilai kurang signifikan (less significant); pelakunya menaiki kapal secara diam-diam dan kabur setelah mendapatkan barang berharga yang dijumpai di atas kapal. Istilah lainnya adalah petty theft atau pencurian ringan.
 
Kategori terberat adalah kategori 1 karena menimbulkan dampak yang sangat signifikan (very significant) terhadap korban dan yang digolongkan dalam kelompok ini adalah perompakan atau piracy.
 
Pertemuan yang diselenggarakan pada 5-7 Maret itu menarik karena pertama, kehadiran Australia sebagai peninjau (external participant). Negeri ini menyatakan minat seriusnya menjadi penandatangan dokumen ReCAAP dan sudah mengirimkan notifikasi atas niatnya itu pada 1 Maret 2013.
 
Kedua, Amerika Serikat untuk pertama kalinya juga ikut menghadiri pertemuan Dewan Gubernur ReCAAP. Namun, negeri Paman Sam ini tidak atau belum mengindikasikan keinginannya menjadi anggota organisasi tersebut. 
 
AS memiliki skema kerja sama keamanan maritim tersendiri di kawasan Asia, yang dikenal dengan istilah Regional Maritime Security Initiative (RMSI). Beberapa anggota ReCAAP pun menjadi partisipan dalam forum ini kecuali Indonesia.
 
Ketiga, kerajaan Inggris menjadi anggota penuh Dewan Gubernur ReCAAP. Keempat, kehadiran Malaysia sebagai external participant dengan jumlah delegasi yang cukup besar. Datangnya Malaysia dalam pertemuan Dewan Gubernur itu boleh dibilang cukup mengejutkan karena, seperti Indonesia, negeri jiran ini sebetulnya bukan anggota ReCAAP. 
 
Posisi Indonesia
 
Hingga saat ini, Indonesia tidak pernah berpartisipasi dalam kegiatan resmi ReCAAP, tetapi kegiatan informal cukup sering. Sikap ini cukup aneh. Pasalnya, Indonesia sebetulnya merupakan salah satu negara anggota ASEAN yang ikut melahirkan ReCAAP. 

Indonesia terlibat dalam pertemuan-pertemuan pendirian ReCAAP sejak 2004. Tapi, ketika lembaga ini resmi berdiri pada 4 September 2006 Indonesia tidak ikut di dalamnya. Selain Indonesia, Malaysia juga tidak masuk organisasi itu. 

Saat ini anggota ReCAAP mencakup Banglades, Brunei Darussalam, Kamboja, China, Denmark, India, Jepang, Korea Selatan, Laos, Myanmar, Belanda, Norwegia, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Thailand, dan Vietnam, ditambah Inggris yang baru saja bergabung. 

Indonesia menolak bergabung karena tidak siap dana untuk membiayai running cost jika ISC berkantor di Indonesia. Kita hanya ingin menyediakan lahannya saja, tidak mau keluar uang untuk yang lainnya. Malaysia menolak bergabung karena ada sedikit permasalahan lama dengan Singapura. 
 
Setelah ReCAAP berjalan, sikap Malaysia malah makin kooperatif terhadap organisasi ini yang diwujudkan dengan intensnya komunikasi negara tersebut dengan ReCAAP melalui coast guard-nya (MMEA). Melihat kehadiran Malaysia dalam pertemuan Dewan Gubernur tahun ini, bisa jadi nantinya hanya tinggal Indonesia dari negara anggota ASEAN yang tidak berpartisipasi.
 
Enggannya Indonesia terlibat dalam inisiatif pencegahan kejahatan maritim terhadap kapal, terutama perompakan, karena kita sebetulnya tidak mengakui adanya tindak perompakan yang terjadi di perairan Nusantara. Sikap ini diambil beralaskan definisi tentang perompakan yang tercantum dalam UNCLOS 1982 Pasal 101. 

Menurut ketentuan itu, pembajakan di laut terdiri dari satu di antara tindakan berikut, setiap tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak sah, atau setiap tindakan memusnahkan, yang dilakukan untuk tujuan pribadi oleh awak kapal atau penumpang dari suatu kapal atau pesawat udara swasta (poin a). Dengan poin ini, suatu tindakan kekerasan atau penahanan yang tidak sah dapat dikategorikan sebagai pembajakan bila ditujukan di laut lepas, dan di suatu tempat di luar yurisdiksi negara mana pun.
 
Pada poin b dalam ketentuan yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 itu, pembajakan dapat pula berupa “setiap tindakan turut serta secara sukarela dalam pengoperasian suatu kapal atau pesawat udara dengan mengetahui fakta yang membuatnya suatu kapal atau pesawat udara pembajak.” Atau, poin c, setiap tindakan mengajak atau dengan sengaja membantu tindakan yang disebutkan dalam poin a atau b.
 
Pertemuan Dewan Gubernur ReCAAP, walaupun tidak spesifik menyebut nama negara, berharap agar yang belum masuk segeralah masuk. Sepertinya mereka menunggu partisipasi kita. 

*Penulis adalah Direktur The National Maritime Institute (Namarin)
 
Sumber : Sinar Harapan, 13 Juli 2013.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Pengenaaan CHC dan THC di Pelabuhan

In search for a new IMO Secretary-General – assessing Indonesia’s strength at the Global Maritime Forum

Mungkinkah TNI-AL menjadi blue-water navy (kembali)?