Berharap INSA Segera Pulih Kembali

Tanpa banyak diketahui publik, Dewan Pengurus Pusat Indonesian National Shipowners’ Association (INSA) menghelat rapat umum anggota atau RUA dan usai beberapa waktu lalu. Isu-isu yang lebih heboh dari pada pertemuan tersebut, seperti kasus dwelling time, menelan gegap gempita yang biasanya meningkahi agenda empat tahunan pelaku usaha pelayaran itu.

Sebetulnya kehebohan bukan tidak ada dalam RUA yang ke-16 itu, bahkan boleh dibilang event itu memantik peristiwa terheboh yang pernah dialami oleh organisasi yang berdiri 48 tahun lalu tersebut: terancamnya INSA oleh adanya ketua umum kembar. Suatu hal yang tentunya sangat disayangkan baik oleh anggota INSA maupun komunitas kemaritiman. Bukan apa-apa, di saat bangsa Indonesia tengah bergerak meneguhkan kembali jatidirinya sebagai bangsa bahari, organisasi ini justru cakar-cakaran.

Kepemimpinan kembar yang mengancam kepengurusan INSA periode 2015-2019 akan melemahkan kontribusi pelayaran terhadap perekonomian nasional. Betapa tidak, dengan jumlah anggota yang hampir 2.000 perusahaan dan mereka terbelah dua, bisa-bisa pengangkutan barang-barang interinsuler dan ekspor-impor mangkrak karena masing-masing kubu berseteru.

Perseteruan yang akan sengit adalah di bidang rekomendasi untuk kapal-kapal asing yang ingin beroperasi di Indonesia. Jika tidak segera diselesaikan masalah ancaman kepengurusan kembar, bisa jadi kita akan melihat ‘perang rekomendasi’. Akhirnya, tidak ada lagi kontrol terhadap kapal asing yang selama ini harus menghormati asas cabotage.

Ada beberapa langkah yang bisa segera diambil agar organisasi yang menaungi hampir 2.000 pengusaha pelayaran itu untuk segera pulih. Pertama, menetapkan ketua umum definitif. Mengingat Johnson W. Sutjipto merupakan peraih suara terbanyak, akal sehat akan mengatakan dialah yang berhak diputuskan sebagai ketua umum terpilih. Bukan yang lain.

Kedua, membersihkan organisasi dari oknum-oknum yang ingin memanfaatkan INSA untuk kepentingan pribadi. Usulan ini berangkat dari kenyataan bahwa pada saat RUA ke-16 lalu merekalah yang sebenarnya berada di balik keputusan pimpinan sidang pleno untuk membekukan hasil pemungutan suara, sehingga muncullah ancaman ketua umum kembar.

Nyawa kemaritiman

INSA tak terbantahkan merupakan sokoguru dalam merealisasikan poros maritim dan tol laut. Dalam pengamatan penulis, kedua konsep tersebut terinspirasi dari konsep beyond cabotage yang organisasi tersebut gagas tiga tahun silam. Ini berarti INSA tidak hanya sokoguru malahan nyawa dari kedua program Presiden Joko Widodo tersebut.

Ya, pelayaran adalah nyawa poros maritim dan tol laut pemerintah Jokowi. Bahkan, pelayaran adalah juga nyawanya AL sebuah negara. Hal ini dikatakan dalam buku The Influence of Sea Power Upon History 1660-1783 yang disusun olehCapt. A. T. Mahan, seorang ahli strategi maritim terkenal. Ia mengatakkan “...the necessity of a navy, in the restricted sense of the word, springs, therefore, from the existence of a peaceful shipping...”

Karenanya, untuk menyelesaikan masalah yang tengah melilit INSA saat ini, tidak bisa tidak Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli selaku ujung tombak pelaksanaan program kemaritiman presiden ditunggu keterlibatannya. Dengan karakter pendobrak yang ia miliki, Rizal diharapkan mampu mendorong pihak-pihak yang memiliki kepentingan pribadi dalam INSA (mafia pelayaran) agar melepaskan cengkeramannya.

Di samping itu, Rizal juga diharapkan bisa mendesak kementerian negara yang merupakan mitra INSA agar segera turun tangan menyelesaikan kemelut di organisasi itu, jangan hanya menunggu secara pasif. Kementerian itu harus segera mengafirmasi hasil pemungutan suara. Membiarkan INSA menyelesaikan masalahnya sendiri memang sebuah pilihan yang bijak. Tetapi, masalah yang ada saat ini dalam tubuh INSA membutuhkan keberpihakan Kementerian Perhubungan.


Mudah-mudahan, INSA segera pulih kembali dari sakitnya, sehingga bisa lagi berada dalam barisan masyarakat kemaritiman nasional untuk menyongsong kebangkitan kejayaan maritim bangsa. INSA yang sehat dan kuat adalah setengah modal dari upaya membangkitkan kejayaan itu. Semoga.

Dimuat dalam harian KONTAN edisi Kamis, 17 September 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Pengenaaan CHC dan THC di Pelabuhan

In search for a new IMO Secretary-General – assessing Indonesia’s strength at the Global Maritime Forum

Mungkinkah TNI-AL menjadi blue-water navy (kembali)?