Memaknai Pelemahan Pelayaran Peti Kemas



Kalangan pelayaran peti kemas nasional dilaporkan tengah dirundung masalah. Pasalnya, pengapalan menuju destinasi utama di Eropa, Afrika dan Amerika Utara menurun seiring lesunya pertumbuhan ekonomi di sana. Kalangan pelayaran tidak menjelaskan berapa angka penurunan yang terjadi. Asosiasi yang menaungi mereka bergegas mendesak pemerintah agar memberikan stimulus agar pelaku usaha tetap bisa “mengapung”.

Bagaimana fenomena pelemahan pengapalan peti kemas itu harus dipahami? Apakah sudah tepat permintaan stimulus ke pemerintah diajukan oleh pengusaha pelayaran? Menjawab pertanyaan tadi memerlukan penjelasan seputar bisnis pelayaran terlebih dahulu yang mencakup bagaimana karakteristiknya dan filosofinya.

Bisnis pelayaran adalah sebuah bidang usaha yang sangat berisiko (high risk) dengan jumlah kerugian (lost) yang sangat siginifikan. Sebab, kapal adalah barang modal yang amat mahal. Risiko dalam bisnis pelayaran umumnya diakibatkan oleh adanya siklus pelayaran (shipping cycles), 

Keberadaan siklus tersebut merupakan sebuah keniscayaan. Bagi dunia pelayaran, siklus diperlukan untuk menciptakan sebuah lingkungan bisnis di mana perusahaan yang tidak efisien harus mundur dari kancah permainan dan hanya yang efisien yang dapat bertahan dan mendulang cuan dalam bisnis pelayaran.

Jika diukur dari awal mula sejarah pelayaran modern – yakni 1869 hingga 1994, setidaknya telah terjadi 12 siklus. Setiap siklus yang terjadi dalam rentang waktu tersebut berbeda-beda durasinya. Ada yang berlangsung selama 3-4 tahun (diistilahkan dengan siklus Kitchen) dan ada pula yang bertahan lebih dari 50 tahun yang disebut dengan siklus Kondratieff. Tetapi, harap dipahami, bukan tidak terjadi shipping cycles setelah 1994.

Apa yang tengah dihadapi oleh pelayaran peti kemas nasional bisa jadi mengindikasikan akan berlangsungnya siklus dalam bisnis pengapalan peti kemas mondial. Pelayaran peti kemas, dikenal dengan sebutan liner shipping, memiliki tiga karakteristik masalah: pertama, seasonality, yaitu suatu situasi pengapalan di mana jenis barang atau komoditas tertentu sangat tinggi pada waktu tertentu namun mendatar atau bahkan turun pada saat yang lain.

Kedua, cargo imbalances, yakni keadaan ketidakseimbangan dalam arus perdagangan, suatu rute tertentu sangat ramai sementara rute lain biasa-biasa saja. Akibatnya, kapal peti kemas menyandari sebuah pelabuhan dengan muatan penuh tetapi ketika pulang hanya terisi setengah atau hanya seperempat saja.  

Perlu berkarakter
 
Ketiga, indivisibilities. Maksudnya, ketika pasokan ruang kapal sangat dibutuhkan antisipasinya dilakukan dengan membuat kapal-kapal dengan ukuran yang makin besar.

Reaksi kalangan pelayaran nasional yang terkesan panik dalam menyikapi pelemahan pelayaran peti kemas dan desakan mereka agar pemerintah memberikan stimulus untuk mengantisipasinya menunjukkan bahwa mereka manja. Bisnis pelayaran itu sangat keras dan kompetitif, tidak ada tempat bagi pelaku usaha yang bermental manja yang sedikit-sedikit merengek minta dikasihani.

Sebagai sebuah bidang usaha yang sangat fluktuatif seharusnya pengusaha pelayaran lokal lebih mengencangkan kemampuan forecasting mereka untuk membaca tanda-tanda, baik itu tanda positif maupun tanda negatif. Aspek inilah yang sangat lemah jika tidak mau disebut tidak dimiliki oleh pengusaha pelayaran lokal. Hampir tidak terdengar berita seorang pengusaha pelayaran mengangkat ahli ekonomi untuk membidangi pengkajian dalam perusahaannya. Amat jarang asosiasi pelayaran yang melakukan studi serius terhadap berbagai masalah dalam bisnis mereka.

Di samping itu, khusus untuk pelayaran peti kemas, pengusaha yang khusus menggelutinya hanya segelintir, tidak sampai 10 perusahaan dan lebih banyak menggarap pasar domestik. Jikapun melayari rute luar negeri, hanya sampai di pelabuhan Singapura, Tanjung Pelepas atau Kelang di Malaysia dengan kapal-kapal di bawah 3.000 TEUs. Pengapalan ke pelabuhan-pelabuhan lain digarap oleh pelayaran asing dengan kapal yang lebih besar.

Bila mereka memahami dinamika pelayaran dengan baik, kondisi menyedihkan seperti tergambar di atas bisa disiasati dengan merger atau, membentuk konsorsium. Sudah saatnya pelayaran nasional kita lebih jantan, jangan berkarakter selalu; selalu minta pelindungan, selalu galau tak menentu.

Diterbitkan dalam koran KONTAN, Kamis, 16 April 2015

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membedah Pengenaaan CHC dan THC di Pelabuhan

In search for a new IMO Secretary-General – assessing Indonesia’s strength at the Global Maritime Forum

Mungkinkah TNI-AL menjadi blue-water navy (kembali)?