Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Meneropong Wajah Kemaritiman Nasional 2015

Gambar
Kita akan meninggalkan 2014 menuju 2015. Dalam menyongsong Tahun Baru biasanya kita melakukan kilas balik atas perjalanan yang dilakukan setahun ke belakang sambil merencanakan apa yang akan diperbuat dalam satu tahun di hadapan. Lalu, bagaimanakah perjalanan bidang kemaritiman nasional selama setahun lalu? Dan, seperti apa kira-kira wajahnya di tahun depan? Kemaritiman adalah satu bidang yang secara umum mencakup pelayaran ( shipping ) yang didukung oleh pelabuhan, galangan kapal, pelaut dan perbankan serta asuransi yang kuat. Ada anggapan di masyarakat kita bahwa kemaritiman itu identik dengan perikanan, pariwisata bahari, riset kelautan dan sejenisnya. Ada juga asumsi yang mengatakan bahwa kemaritiman adalah bagian dari kelautan, ini dipegang oleh Dewan Kelautan Indonesia (Dekin). Jika ingin mengilas balik dan memproyeksi bidang kemaritiman nasional, hal yang menjadi objeknya adalah shipping dan hal-hal yang terkait dengannya. Tentu bidang kelautan juga akan dikomentari

Demam Kemaritiman Minus Ocean Policy

Gambar
Indonesia saat ini berada dalam keadaan demam maritim sejak naiknya Presiden Joko Widodo ke tampuk kepemimpinan nasional. Lazimnya dalam keadaan seperti itu, semua orang merasa bisa bicara kemaritiman walau pun mereka tidak mengerti dan memiliki pemahaman yang cukup untuk itu. Tak jadi masalah, itu sah-sah saja. Akan tetapi, dalam keriuhan itu satu hal luput dibicarakan, jika tidak mau disebut dilupakan, yaitu ocean policy . Ketiadaan ocean policy membuat tol laut dan poros maritim ibarat sayur tanpa bumbu: hambar. Namun, karena tol laut dan poros maritim merupakan program utama Presiden, maka ketiadaan ocean policy tidak hanya membuat keduanya hambar. Lebih dari itu, tidak adanya ocean policy mengurangi makna tol laut dan poros maritim dari sudut pandang filosofis. Padahal, ocean policy adalah inti dari grand strategy kelautan sebuah negara. Akhirnya, diskursus bidang kelautan tidak bermakna karena ia diwakili oleh slogan-slogan saja yang membuat demam kemaritiman yang

Indonesia’s quest for maritime power: Vision or fantasy?

Gambar
The rise of Joko “Jokowi” Widodo to the presidency has been hailed as the dawn of maritime consciousness in this country. The “maritime fever” has involved many seminars, conferences and workshops involving those not necessarily having a relevant maritime background. All thanks to the President’s maritime vision, introduced during his election campaign. President Jokowi’s maritime orientation consists of two parts, which can be abstractly imagined as a twin-edged spearhead, namely the sea highway and the maritime axis. In maritime parlance, the two terms are unknown — the common terms are the pendulum service and the international maritime center, respectively. But, as a man dubbed an “out of the box” leader, the President might have not considered the issue of terminology. However, every term has its own intrinsic meaning than cannot be abruptly changed. In case of the pendulum service, for instance, maritime literature says it is a voyage pattern for container ships based

Bersama Prof. Geoffrey Till

Gambar
  Profesor Geoffrey Till berkunjung ke Jakarta baru-baru ini. Pakar Keamanan Maritim dan Guru Besar di RSIS-NTU Singapura ini menghadiri sebuah konferensi bidang keamanan maritim. Di tengah kesibukannya, dia mengundang saya makan malam sekaligus menjadi narasumber untuk proyek penelitiannya yang tengah berlangsung.

Merangkul Sektor Pelayaran

Gambar
Dahulu ada film berjudul Mendadak Dangdut yang lumayan terkenal. Film ini menggambarkan bagaimana dua anak manusia yang tidak mengenal musik itu, karena keadaan terpaksa, menyanyikannya di atas panggung musik di sebuah kampung demi menghindari kejaran polisi. Dengan kepemimpinan nasional dipegang oleh Presiden Joko Widodo, kini muncullah “mendadak maritim”. Mirip seperti Mendadak Dangdut , isu kemaritiman dibicarakan oleh berbagai kalangan, tidak peduli apakah mereka memiliki pengetahuan atau tidak tentang apa itu kemaritiman. Yang terjadi akhirnya adalah oversimplifikasi makna kemaritiman. Kemaritiman dimaknai sama dengan keluatan, padahal ini dua hal yang berbeda. Menurut diplomat emeritus Hasjim Djalal, kelautan bersifat fisikal, sementara kemaritiman adalah jiwa dan pikiran yang pandai memanfaatkan laut. Jika Presiden Joko Widodo berkali-kali menyebut kata “maritim” atau “kemaritiman”, ini sejatinya harus dimaknai bagaimana memanfaatkan lautan Nusantara untuk pelayar

Jalan Berat Mewujudkan Visi Maritim Presiden

Gambar
Usai sudah pengumuman kabinet. Para menteri yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo tidak banyak berubah dari kandidat yang dinominasikan selama ini oleh publik. Ada harapan publik yang terpenuhi dengan terpilihnya mereka tetapi ada juga yang “jauh panggang dari api”. Bagi bidang kemaritiman, susunan kabinet yang ada jauh dari harapan. Memang, tidak ada yang betul-betul ideal dalam kehidupan ini. Bagi masyarakat kemaritiman menjauhnya jarak antara harapan dan kenyataan terkait dengan susunan kabinet yang ada tidak ada sangkut-pautnya dengan figur; Indroyono Soesilo, Susi Pudjiastuti dan Ignatius Jonan adalah orang-orang yang memiliki integritas yang baik serta wawasan yang luas dalam bidangnya masing-masing. Masalahnya lebih kepada arsitektur kementerian. Arsitektur kementerian yang membidangi masalah kemaritiman atau kelautan telah masuk ke dalam jebakan batman. Hampir semua kita barangkali pernah mendengar istilah ini. Istilah yang berasal dari film Batman itu menggam

Tol Laut, antara Logistik dan Transportasi

Gambar
Pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla akhirnya mengucapkan sumpah sebagai presiden dan wakil presiden periode 2014-2019 dihadapan sidang MPR RI. Bagi pemerhati dan pengamat kemaritiman yang menarik dari prosesi pelantikan mereka berdua adalah pernyataannya bahwa “ Kita telah lama memunggungi laut, samudera, selat dan teluk. Sekarang saatnya kita mengembalikan semua, sehingga tercapai Jalesveva Jayamahe   kembali membahana di laut kita jaya.” Dengan mengutip Bung Karno, Jokowi (begitu ia biasa dipanggil) lebih lanjut mengatakan, “Untuk membangun Indonesia kuat, makmur dan damai, yakni cakrawati samudera , diperlukan jiwa pelaut yang berani mengarungi gelombang dan hempasan ombak yang menggulung.” Singkat cerita, kemaritiman menjadi salah satu alas strategi penting bagi dia dalam mewujudkan visinya menjadikan Indonesia Hebat. Komitmen yang kuat kepada kemaritiman mantan walikota Surakarta itu sudah terlihat ketika ia mengusung gagasan tol