Jalan Berat Mewujudkan Visi Maritim Presiden
Usai
sudah pengumuman kabinet. Para menteri yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo tidak
banyak berubah dari kandidat yang dinominasikan selama ini oleh publik. Ada
harapan publik yang terpenuhi dengan terpilihnya mereka tetapi ada juga yang
“jauh panggang dari api”. Bagi bidang kemaritiman, susunan kabinet yang ada jauh
dari harapan. Memang, tidak ada yang betul-betul ideal dalam kehidupan ini.
Bagi
masyarakat kemaritiman menjauhnya jarak antara harapan dan kenyataan terkait
dengan susunan kabinet yang ada tidak ada sangkut-pautnya dengan figur;
Indroyono Soesilo, Susi Pudjiastuti dan Ignatius Jonan adalah orang-orang yang
memiliki integritas yang baik serta wawasan yang luas dalam bidangnya
masing-masing. Masalahnya lebih kepada arsitektur kementerian.
Arsitektur
kementerian yang membidangi masalah kemaritiman atau kelautan telah masuk ke
dalam jebakan batman. Hampir semua kita barangkali pernah mendengar istilah ini.
Istilah yang berasal dari film Batman
itu menggambarkan sebuah situasi yang dengan mudah menjebak seseorang masuk ke
dalamnya padahal ia sebenarnya dapat dengan mudah menghindarinya.
Kemaritiman vs Kelautan
Jebakannya
adalah anggapan bahwa kemaritiman itu identik dengan perikanan, pariwisata
bahari, riset kelautan dan sejenisnya. Tidak ada yang salah dengan semua bidang
tersebut. Hanya saja, secara tradisional dan berlaku hampir merata di seluruh
dunia, kemaritiman adalah pelayaran (shipping)
yang didukung oleh pelabuhan, galangan kapal, pelaut dan perbankan serta
asuransi yang kuat.
Berikut
contoh lembaga internasional yang menggambarkan bahwa kemaritiman itu lebih
berat kepada pelayaran. International Maritime Organization (IMO) yang
mengurusi pelayaran, International Maritime Law institute (IMLI) yang fokus
pada hukum maritim/pelayaran. Sementara untuk kelautan di pakai istilah sea: misalnya International Seabed
Authority yang mengelola landas kontinen.
Dari
kementerian yang ada terlihat bahwa aspek kemaritiman akan lebih banyak diemban
oleh kementerian perhubungan sementara kementerian kelautan dan perikanan mengurusi
perikanan dan kelautan yang beragam itu. Kementerian-kementerian lain yang
memiliki tugas yang pada derajat tertentu berhubungan dengan kemaritiman atau
kelautan, semisal kementerian ESDM dan KLH, tetap berjalan sebagaimana
biasanya.
Mengingat
gagasan Presiden Joko Widodo untuk membangun tol laut dalam upayanya menekan
ongkos logistik serta menjadikan Indonesia sebagai poros maritim lebih berat
kepada kemaritiman, ini berarti kementerian perhubungan akan menjadi leading sector-nya. Namun, kementerian
tersebut nampaknya akan berjalan sebagaimana adanya alias business as usual. Konsentrasinya akan tetap fokus kepada
transportasi laut, darat udara dan perkeretaapian.
Jalan Berat
Arsitektur
kementerian yang baru diumumkan memperlihatkan bahwa tol laut dan poros maritim
Presiden Joko Widodo akan tersebar kepada berbagai kementerian dalam
pelaksanaanya. Idealnya, untuk itu diperlukan sebuah kementerian khusus agar
terjadi pemusatan anggaran dan skala prioritas. Semula ada rencana untuk
membentuk kementerian maritim yang barangkali tugas utamanya mewujudkan visi
maritim presiden.
Sayangnya,
kementerian itu tidak jadi dibentuk. Sebagai gantinya, Jokowi membentuk
kementerian koordinator bidang kemaritiman yang tugasnya merajut dan
mengkoordinasi berbagai tugas terkait bidang kemaritiman atau kelautan yang
tersebar di berbagai kementerian. Tugas ini tidak mudah karena selama ini
koordinasi merupakan hal gampang diucapkan tapi sangat sulit dilaksanakan dalam
birokasi di Indonesia.
Di
samping itu, kemenko kemaritiman bukanlah sebuah lembaga yang bersifat teknis
yang bisa merencanakan program kerja yang bersifat teknis pula. Kebijakan
teknis untuk mewujudkan visi maritim presiden tetap berada di tangan
kementerian teknis yang berada di bawah koordinasinya. Dengan tugas pokok dan
fungsi (tupoksi) yang ada sejak awal, kementerian-kementerian tadi hampir dapat
dipastikan hanya akan memasukkan tol laut atau poros maritim sekedarnya dalam
program mereka.
Bukan
hendak pesimis dan nyinyir dengan apa yang telah dilakukan oleh Presiden Joko
Widodo, nampaknyanya visinya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia
dan mengembangkan tol laut untuk mereduksi biaya logistik yang mencapai 24
persen dari PDB akan menghadapi jalan berat, jika tidak mau disebut gagal sama
sekali.
Adakah
jalan keluar untuk situasi suram itu? Ada. Presiden bisa mengangkat seorang
penasihat bidang kemaritiman sebagai bagian integral kantor kepresidenan yang
bertugas meng-inputnya dengan
berbagai informasi terkait dengan agenda poros maritim dan tol laut. Penasihat
khusus ini akan menjadi tandem bagi
menteri koordinator bidang kemaritiman. Figur untuk jabatan penasihat
kemaritiman presiden bisa dicari dari kalangan pelayaran, akademisi ataupun
yang lain dengan syarat ia memahami dengan baik bidang kemaritiman. Selamat
bekerja, Kabinet Kerja!
Tulisan yang bagus. Saya sendiri baru paham beda antara kemaritiman dan kelautan setelah baca tulisan ini.
BalasHapus